jam

16 Nov 2010

sesuatu bernama kematian

Kemarin tetangga depan rumahku meninggal dunia. Sebenarnya bukan sekedar tetangga biasa, tapi tetangga dekat dan akrab. Sama-sama hidup di perantauan, tentu sudah menganggap mereka sebagai saudara.
Kemarin tetangga depan rumahku meninggal dunia. Dia meninggalkan seorang isteri dan dua orang anak, perempuan dan laki-laki. Isterinya adalah temanku, anaknya adalah teman anak-anakku. Kami pernah punya saat-saat bahagia bersama. Kami pernah tertawa bersama, makan, bepergian, berbagi cerita bersama. Kami sudah seperti saudara saja.

asisten

Ini cerita tentang mantan asisten (pembantu) rumah tanggaku….
Sebut saja Teh Wati. Teh Wati ini orang Sunda, asalnya Bogor. Dia pernah bekerja di rumahku bersama kakak sepupunya, sebutlah namanya Teh Marni. Mereka membantu mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah selama aku tinggal bekerja. Soal pekerjaan, mereka baik-baik saja. Mereka bisa membagi dan mengatur pekerjaan dengan baik. Teh Wati bisa mengajak Ray bermain, bisa menstimulasi kemampuan bicaranya (Ray speech-delay). Juga Teh Marni, dia sudah bisa mengasuh bayi, sebelumnya dia pernah bekerja mengasuh bayi juga di tempat lain, jadi dia sudah “pinter”.
Kadang yang .......

di lantai 99


"Duhai Bunda tercinta, anakku yang aku kasihi, ini cerita sedih sekali. Jangan menangis ya, janji!," mulai sang ayah disambut kompak Si Anak dan Sang Ibu, yang berjanji tidak akan sedih dan nangis.
"Begini, hati Ayah sedih banget, ternyata kunci rumah kita ketinggalan di mobil, di parkiran bawah sana, hiks, hiks," sang Ayah mulai meneteskan air mata.
"Ayah, ini beneran apa cerita ngarang sih? Jangan bikin bunda nangis, hua... Ayah beneran kunci rumah ketinggalan di mobil," tanya sang ibu dan Anak yang tak bisa menahan tetesan air mata. (kpl/dar)